Ki Hajar Dewantara |
o What’s Wrong ???
Keberhasilan cita- cita luhur suatu bangsa tidak terlepas dari tingkat kualitas sumber daya manusianya. Kemudian tercapainya kualitas SDM yang berkwalitas itu tidak terlepas jua dari bagaimana manajemen pendidikan suatu bangsa itu sendiri. Pertanyaanya, “ Apa yang salah dalam pendidikan bangsa tercinta kita ?”
Manajemen pendidikan untuk saat ini merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan lulusan/keluaran yang diinginkan. Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional ( bahkan beberapa bisa dikatakan amburadul ), sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman yang terus- menerus maju.
Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu, oleh karena itu, tulisan ini akan sedikit mengulas tentang permasalahan dan harapan serta isu-isu yang berkaitan dengan manajemen pendidikan. Karena banyaknya permasalahan pendidikan yang muncul baik di tingkat lokal maupun di tingkat Nasional menunjukkan seni mengkoordinir sumber daya dalam manajemen pendidikan yang kurang optimal.
Diantara isu yang cukup penting permasalahan Bangsa Indonesia saat ini adalah masalah manajemen pendidikan yang ada di Indonesia itu sendiri. Kita sudah sepakat bahwa kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) bangsa. Kualitas SDM tergantung pada tingkat pendidikan masing-masing individu atau penduduk pembentuk bangsa itu sendiri. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan generasi yang berkualitas serta berkarakter. Dari sanalah pentingnya manajemen dalam pendidikan yang baik dan benar diterapkan.
o How Can ???
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses/ seni untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan.
Tujuan pendidikan itu sendiri sebagaimana tertuang pada UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 3, antara lain dirumuskan : "Pendidikan bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mada Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negar yang demokratis serta bertanggung jawab".
Oleh karena itu, pendidikan pun memerlukan adanya manajemen pendidikan yang berupaya mengkoordinasikan semua elemen pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagaimana pada manajemen secara umum, manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instruksi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan.
Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keberhasilan Managemen pendidikan, sebagai berikut :
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik kita. Apakah anak didik akan menjadi lebih berkarakter, lebih berbudi pekerti, serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah yang seharusnya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan di Indonesia.
2. Manajemen Guru
Guru adalah salah satu sumber daya terpenting pendidikan, sampai saat ini masih merupakan sumber daya yang undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru, adalah suatu hal yang bisa dikatakan sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan. Manajemen guru harus diatur mulai dari proses seleksi dan rekrutmen guru, proses pengembangan kemampuan guru sebagai tenaga pengajar sampai pada proses motivasi guru agar dapat mempunyai komitmen tinggi untuk berhasilnya suatu pendidikan itu.
Kemudian, masalah kesejahteraan guru pemerintah masih berorientasi kepada guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil padahal upah guru honorer sangat memprihatinkan. Seperti yang dikatakan Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Suparman (Kompas, 22 Juli 2008), Suparman Mengatakan kisaran gaji guru honorer di berbagai wilayah tanah air Rp 50.000 – Rp 500.000 per bulan, sehingga keluhan gaji yang tidak cukup untuk hidup layak sampai tidak adanya jaminan kesehatan apalagi jaminan hari tua menjadi hal yang sangat lumrah bagi guru honorer. Sehingga tidak sedikit guru yang kemudian bekerja sambilan sebagai tukang ojek. Padahal pendidikan dan keberhasilan pendidikan mencapai sasaran amat ditentukan oleh guru.
3. Peningkatan Pengawasan
Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Hal ini bisa kita lihat pada misalnya hampir tidak adanya upaya untuk menganalisis mengapa NEM terus merosot dari tahun ke tahun atau mengapa jumlah siswa merosot padahal biaya pendidikan sudah relatif murah. Selama ini, kegiatan pengawasan hanya difokuskan kepada presensi guru dan murid. Walaupun hal itu penting, namun lebih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan.
4. Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini yang kita lihat adalah peranan ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan. Guru merangkap sebagai karyawan, dan bahkan guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan itu sendiri. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan penerapan sistem tersebut. Padahal urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar. Seharusnya manajer pendidikan dipegang oleh orang yang benar-benar ahli dalam manajemen dan tidak berperan sebagai guru pengajar. Hal ini selain karena faktor professionalisme juga agar masing-masing komponen lebih fokus pada bidang yang mereka garap.
Fenomena yang terjadi selama ini adalah promosi seorang guru yang baik menjadi manajer pendidikan tanpa melewati persiapan memadai seperti penyelenggaraan pelatihan dan penyiapan manajer sekolah. Tidaklah heran, banyak guru baik yang lalu menjadi manajer pendidikan yang gagal, karena ia menempati tingkatan inkompetensinya dalam bidang manajerial. Hal ini dibiarkan berlarut-larut, tanpa adanya tindakan dari institusi pendidikan untuk secara serius mencari dan memposisikan seorang manajer sebagai manajer pendidikan di institusi tersebut. Kerberhasilan penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh tersedianya manajer pendidikan yang handal. Isu ini menjadi lebih relevan mengingat persaingan dalam setiap jenjang dunia pendidikan kita makin intens. Tanpa manajemen dan manajer handal, akan banyak lembaga pendidikan yang gulung tikar karena tidak berhasil memuaskan para stakeholders.
5. Aliansi Antarsekolah
Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memajukan institusi pendidikan adalah melakukan aliansi antar institusi pendidikan. Melalui koordinasi asosiasi lembaga pendidikan, suatu lembaga pendidikan dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain. Begitu juga melalui proses benchmarking, suatu lembaga dapat belajar dari pengalaman lembaga lain.
6. Kebijakan Pemerintah
Selain faktor-faktor internal lembaga pendidikan, faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga sedikit banyak mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut. Misalnya pada manajemen pendidikan sentralistis. Penerapan manajemen pendidikan sentralistis sebagai kebijakan pemerintah ternyata menjadikan proses demokratisasi dan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan terutama di daerah, menjadi kurang terdorong dan nilai-nilai lokal tempat institusi pendidikan kurang terakomodasi dalam pelaksanaan pendidikan.
Isu-isu diatas menjadi PR bagi institusi pendidikan untuk menjadikan pendidikan yang memiliki mutu dan kualitas tinggi. Hal ini memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mewujudkannya. Semua stakeholders pendidikan mencakup orang tua, masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah nasional harus turut serta dalam penyelenggaraan aspek-aspek manajemen.
Pada dasarnya manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Tetapi dalam penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan permasalahan yang harus ditangani demi terlaksananya manajemen pendidikan yang baik dan benar ini.
Tantangan tersebut tidak akan bisa ditaklukan jika hanya ditangani oleh individu sebagai elemen pendidikan saja, tetapi seluruh pihak harus bekerja sama bahu membahu untuk menghadapi sekaligus menyelesaikan permasalan tersebut agar cita-cita pendidikan kita bisa direalisasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar